KASIH TANPA BATAS
Ketika hadir dalam salam yang menjurus atas iba sebuah cahaya, ruh yang merasa asing pada rahim fana ini menjadi sendu dalam hampa. Istighfar yang kerap menjadi elegi seakan mendorong energi sunyi antara cemas dan putus asa lebur secara manunggal berharap ampunan. Kasih yang Kau bentang tanpa batas, tidak habis dan penuh arti. Sebuah perangkat hidup yang dikenakan pada yang bersimpuh, congkak, menengadah, lupa, diam, kaffah, setengah gila, takzim dan lautan sifat dalam rangkaian makhluk.
Menjelajahi anugrahMu saja aku tak cukup punya waktu, sehingga tertutup oleh tuntutan pada celah-celah sepele duniawi. Karena Engkau maha kaya, Engkau maha pemurah seolah lumrah bagi kami menenggak air laut untuk melepas dahaga. Meminta, merengek dalam nafsu yang bertahta doa tanpa sadar meminta terus tanpa putus pada apa yang sudah di beri, mengebiri makna penghambaan dan mendikte atas nama permohonan. Untuk satu manusia saja sudah Kau bekali nikmat berlapis. Betapa nikmat hidanganMu, betapa nikmat mahligaiMu, pasanganku, imajinasiku dan nikmat hidup yang kerap tak teranggap. Mencari dan mengenaliMU itu tidak mungkin, karena Engkau melebihi ambang definisi. Namun kebaikanMu sebagai pelita bagi kami yang lemah dan buta yang tak jarang mendekatiMu adalah sebuah pelarian. Ada kalanya kami terpojok lalu menjadikanMu sekedar pelarian dan saat kebaikanMu membebaskan, congkak ini mencampakkan tahta Sang Maha Pengasih dalam qalbu kembali silap pada nikmat sendiri. Tapi sungguh kebaikanMu tetap selalu menyelimuti, bahkan dalam sumber petaka yang sedang kami geluti. Kami sudah tersesat dan sungguh tersesat jauh pada nikmat tanpa tanding ini. Hanya sedikit ilmu untuk faham pada kehendakMu, sekedar mereka-reka dalam perjalanan sekejap hembusan, berijma' dalam dualisme dan melahirkan ilusi rekonstruktif.
Tuhan, demi kebesaranMu, tak jarang ketetapanMu menghamparkanku pada pusaran pekat. Betapa sulit dalam desakan ambisi untuk mengenali ilmu yang hendak Kau cantumkan di dadaku. Kau putar balikkan hamba dalam hitam putih, dan pada kedalaman yang terpekat Kau selalu berada di pihak baik, selalu welas, selalu asih, membagi cahaya sebagai penuntas keresahan. Hanya hamba yang kurang waras mengenali pembekalan itu sehingga kami ini benar-benar bagai buih, nampak wujud namun sekejap sirna. Seperti itukah iman kami ? yang sesekali menggelembung namun tidak mampu tetap waspada ? Ampunilah kami pada setiap dakwaan perumpamaan dariMu. Detak alam syahadat ini sesungguhnya ada alunan, hentakan dan ritmis harmoni yang tertunduk pada kehendakMu.
Gemericik air yang mengalir, batu berserak nan terkunci di daratan, angin yang entah seperti apa dan dari mana datangnya seolah mereka itu semua hendak menjadi jeruji agar jiwa ini tidak hengkang dari ingatan. Sungguh kami ini tidak berwujud dalam banding kebesaranMu, hanya tampias yang sedikit tercitra dari suci cahayaMu. Namun kami seolah hendak menjadi penguasa pada apa yang Kau miliki. Kami sulit sadar kapasitas, kami dungu tanpa mawas hanya condong pada kerusakan seperti sangkaan malaikat. Namun Engkau Maha sabar yaa Syakur Kau sulam jiwa kami dengan kekasihMu yang kami cintai dan kasih yang Kau tebar berkilau tanpa mengenal waktu. Dan ampunilah kami yang terlena dalam cinta bid'ah setiap kidung sebut namaMu dan RasulMu.
Saat dengan penuh kesabaran berlimpah berkah bagai air terjun yang menyejukkan, kami justru menyambut gaung langit panggilan dalam tekanan dan ancaman. Bahkan tak jarang kami menunda sampai sunyi seorang diri untuk berserah diri atau sengaja melupakan pada yang seharusnya. Bagaimana bisa surga itu ada, jika kami seperti ini. Untuk membayangkan saja rasanya tak pantas. Suatu saat, kami akan datang kepadaMu dengan penyesalan yang menggunung. Sebab detik yang kami abaikan melenggang dalam hembusan mencandu pada apa yang pasti binasa. Sedang Kau dan rahmatMu abadi, dari waktu ke waktu Kau selamanya menguasai, bahkan waktu bukanlah dimensi diantaraMu, namun kedudukanmu sebagi pencipta waktu lebih tinggi dari nalar yang bisa kugapai. Berbagai rumus agar masuk surga telah kami dengar, bahkan kerap tercecer sebagai kepingan di antara hasrat duniawi, dan kami tetap merengek meski sedang berada di atas periuk emas. Dan ketika doa yang terpanjat Kau kabulkan, seolah gagah dalam prasangka kedekatan denganMu. Ya Allah hamba mohon janganlah beri hamba kekuatan selain menuju kepadaMu, janganlah anugerahi kami kekuasaan jika jauh kepadaMu.
Ya Allaah hamba memohon ampun, hamba memohon ampun, hamba memohon ampun atas segala anugerahMu yang kami nodai. Sungguh mengenal rahmadMu adalah hadiah yang indah dan besar dariMu, sungguh cintaMu adalah kasih tanpa batas.
~ Aang Kartika ~