TOLAK REVISI UU PERS, FRONT JURNALIS BUOL LAKUKAN AKSI DEMONSTRASI
Lenteracakrawala.com - Buol, di Kutip Dari beberapa artikel Nasional, Masih ingatkan Kita Pada awal masa Orde Lama atau ketika Indonesia baru merdeka, kebebasan pers cukup terjamin. Namun, setelah memasuki tahun 1950, kebebasan pers mulai dibatasi.
Pada 1957, pemerintah Orde Lama melakukan 125 tindakan antipers, meliputi penahanan, sanksi ekonomi, pemenjaraan, sanksi perizinan, dll. Sedikitnya, ada 32 pemberedelan pers pada masa itu. Beberapa surat kabar yang dibubarkan pada Masa Orde Lama di antaranya adalah Harian Indonesia Raya, Pedoman, dan Nusantara. Pada akhir 1959, Soekarno mulai menerapkan demokrasi terpimpin dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan memberlakukan Undang-Undang Darurat Perang yang membuat pers kian terkekang. Pada era demokrasi terpimpin, pemerintah mewajibkan setiap perusahaan pers memiliki Surat Izin Terbit (SIT).
Surat kabar, majalah, dan kantor berita yang tidak menaati peraturan pemerintah dalam usaha penerbitan pers nasional, diberikan sanksi tegas. Tidak hanya Sampai di situ, Kebebasan pers semakin terancam. Puncaknya, pada 1979, pemimpin redaksi Harian Indonesia Raya, Mochtar Lubis, dipenjara karena berjuang mempertahankan kebebasan pers di Indonesia.
Memasuki Orde Baru Harapan tentang Kebebasan Pers Mulai di gaungkan yg di diharapkan akan membuka Jelan kebebasan pers di Indonesia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah Orde Baru sempat merumuskan Undang-undang (UU) Pokok Pers No. 11 Tahun 1966 yang diharapkan membawa kebabasan pers. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pers pada era Orde Baru semakin terkekang. Pada 1967, pemerintah Orde Baru membentuk Dewan Pers yang diketuai menteri penerangan. Salah satu tugas utamanya adalah menerbitkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang kemudian menjadi alat pemerintah untuk mengendalikan media massa.
Selama Pemberlakuan UU Pokok Pers No. 11 Tahun 1966 di masa Orde Baru, tercatat sebanyak 28 media massa dicabut surat izin terbitnya dan 2 surat kabar dicabut surat izin cetaknya. Beberapa media massa yang diberedel pada masa Orde Baru adalah Duta Masyarakat, Harian Sinar Harapan, Harian Nusantara, The Jakarta Times, dan Harian Indonesia Raya. Pada 1974, Hak inilah awal terjadi Malapetaka 15 Januari 1974 yang berujung dengan pemberedelan 14 media massa karena memberitakan peristiwa tersebut. Pada 1978, Harian Kompas sempat ditutup selama dua pekan karena memberitakan isu aksi mahasiswa menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden. Pemerintah Orde Lama menerbitkan UU Pokok Pers No. 21 Tahun 1982 yang mengakibatkan sejumlah media massa diberedel melalui pencabutan SIUPP.
Ada 11 media massa yang dicabut SIUPP-nya selama pemberlakuan UU Pokok Pers No. 21 Tahun 1982. Salah satu media yang diberedel pada 1982 adalah Tempo karena meliput kerusuhan di masa pemilu.
Tahun 2024, Pembredelan, Kebebasan Pers kembali Terjadi, Melalui Badan Legislasi DPR -RI, Melakukan Revisi UU Penyiaran yg telah Mangkrak pembahasannya selama 12 Tahun, Pembahasan Revisi UU Penyiaran Menjadi Pertanyaan Besar Bagi sejumlah Kalangan Mulai dari Lembaga Pers, Akademisi, Mahasiswa, Hingga masyarakat, Karna di Nilai akan menjadi Prodak Hukum Pengekangan terhadap Kerja kerja Jurnalis.
Meskipun Tengah dalam Proses pembahasan, Penolakan Revisi UU Pers kini Hampir tersebar di seluruh Wilayah Indonesia Tanpa Terkecuali di Kabupaten Buol, Rabu 29/5/2024 Puluhan Wartawan Yg tergabung dalam Front Jurnalis Buol melakukan Aksi Penolakan Revisi UU Penyiaran. Front Jurnalis Buol Menyangkan Badan Legislasi DPR -RI yg kembali mengangkat Luka lama, Pengekangan Terhadap Kerja Jurnalis.
Menurut Front Jurnalis Buol, Pasal 50 D Ayat 2 Huruf C UU No 32 Tentang Penyiaran (Revisi), Pelarangan Penayangan Produk Jurnalis Investigasi akan menjadi Malapetaka Bagi kerja kerja Jurnalis Mengingat Investigasi adalah Roh dari sumber pemberitaan tidak hanya sampai di situ, pasal 25 Ayat 1 Huruf Q yg memuat Tentang Penyelesaian Sengketa Melibatkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Juga menabrak Hak dan Kewenangan Dewan Pers Selaku Lembaga tertinggi Dewan Pers sebagai mana di atur dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dalam Tuntutan terkait dengan Revisi UU Penyiaran FJB, Mendesak Dewan Perwakilan Daerah DPRD Kabupaten Buol dan Pemkab Buol memberikan Rekomendasi menolak Revisi UU Penyiaran.